Minggu, 29 Maret 2015

PEMAJAKAN ATAS ORANG ASING (EKSPATRIAT)
A.      Orang Asing Berstatus Subjek Pajak Luar Negeri

Orang asing/ekspatriat akan dianggap sebagai subjek pajak di luar negeri meskipun tidak bertempat tinggal di Indonesia, dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 haridalam jangka waktu 12 bulan. Ekspatriat asing sebagai subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber di Indonesia.
Sesuai pasal 26 UU PPh, pemotongan yang dilakukan oleh pemotong pajak, yaitu pihak yang melakukan pembayaran atas penghasilan tersebut (pemberi kerja), berupa pajak penghasilan yang dipotong sebesar 20% dari jumlah bruto. 
Adapun penghasilan yang menjadi objek pemotongan PPh 26 adalah sebagai berikut:
a.       Dividen
b.   Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan, sehubungan  dengan jaminan pengembalian utang
c.      Royalty, sewa dan penghasilan lain, sehubungan dengan pengunaan harta
d.      Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
e.      Hadiah dan penghargaan
f.       Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g.      Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h.      Keuntungan karena pembebasan utang
Pajak yang dipotong tersebut bersifat final. Ekspatriat dengan status wajib pajak luar negeri tidak punya kewajiban memiliki NPWP dan tidak punya kewajiban melaporkan SPT.

B.      Orang Asing Berstatus Subjek Pajak Dalam Negeri

Orang asing akan dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri apabila bertempat tinggal di Indonesia dan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Kewajiban memiliki NPWP ini berlaku sama bagi orang asing yang berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri. Penghasilan yang menjadi objek pajak tunduk pada ketentuan pasal 4 UU PPh, bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sumber  penghasilan dikelompokkan sebagai berikut:
a.       Penghasialan dari pekerjaan dalam hubungan kerja seperti gaji, tunjangan, honorium, dan sebagainya.
b.      Penghasilan dari pekerjaan bebas seperti penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
c.       Penghasilan dari uasaha dan kegiatan, yang terdiri atas usaha dagangan jasa, industry serta lainnya seperti peternakan, pertanian, perikanan, dan sebagainya.
d.      Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalty, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
e.      Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Untuk ekspatriat yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, maka perhitungan penghasilannya bisa melalui dua pendekatan, yaitu dihitung dengan menggunakan norma penghasilan netto atau dihitung dari pembukuan.
Norma penghasilan netto adalah suatu persentase tertentu yang sudah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, dan digunakan untuk menentukan penghasilan netto dari wajib pajak. Penghasilan netto dihitung dengan mengalikan penghasilan bruto dan persentase norma penghasilan netto tersebut. Wajib pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah orang pribadi yang memenuhi syarat-syarat berikut:
  1.        Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp. 4.800.000.000
  2.       Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.
  3.        Menyelenggarakan pencatatan.

Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, apabila setelah pengurangan penghasilan bruto didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut samapai dengan 5 tahun.
Beberapa jenis penghasilannya sesuai ketentuan UU PPh, dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak ketiga atau dilakukan pelunasan oleh wajib pajak sendiri, baik yang bersifat final maupun tidak final, diantaranya ialah sebagai berikut:
1.       PPh pasal 4 ayat (2) bersifat final
Penghasialn yang dikenakan PPh final antara lain:
a.       Deviden dengan tarif 10%  dari jumlah bruto.
b.      Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi, dan surat utang negara dengan tariff 20% dari jumlah bruto bunga.
c.       Penghasilan berupa hadiah undian, dengan tariff 25% dari jumlah bruto hadiah.
d.      Penghasilan dari transaksi saham di bursa efek dengan tarif 0,1% x nilai transaksi, dan tambahan 0,5% untuk saham pendiri.
e.      Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan tariff 5% dari nilai mana yang lebih tinggi antara harga jual dan nilai jual objek pajak menurut data PBB.
f.        Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, dengan tariff 10% dari penghasilan bruto.

2.       PPh pasal 22
PPh pasal 22 dikenakan anatara lain sebagai berikut:
a.       Pembelian barang oleh bendaharawan dan BUMN/BUMD sebesar 1,5% dari harga pembelian.
b.      Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebuanan, pertanian, dan perikanan, untuk keperluan industry dan ekspor dari pedagang pengumpul sebesar 0,5% dan harga pembelian (tidak termasuk PPN).

3.       PPh pasal 23
PPh pasal 23 dikenakan antara lain sebagai berikut:
a.       Bunga, tarif 15% dari jumlah bruto.
b.      Royalty, tarif 15% dari jumlah bruto.
c.       Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh pasal 21, tarif 15% dari jumlah bruto.
d.      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain, sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh final pasal 4 (2), tarif 15% dari jumlah bruto.
e.      Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21, tarif 15% dari jumlah bruto.
Pada akhir tahun pajak, ekspatriat yang berstatus sebagai wajib pajak dalam negeri, harus menghitung PPh kurang bayar (PPh pasal 29) atau lebih bayar dan menyampaikan SPT tahunan PPh orang pribadi. PPh kurang bayar atau lebih bayar dihitung dengan mengurangi penghasilan kena pajak dan kredit pajak, baik yang dipotong pihak lain maupun dibayar sendiri (PPh pasal 25).  

PEMAJAKAN ATAS TENAGA KERJA INDONESIA(TKI) YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI
A.      TKI Bekerja Di Luar Negeri Lebih Dari 183 Hari
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-2/PJ/2009, pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga penghasilan yang diterima di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, maka ia tidak dikenai lagi pajak di Indonesia. Namun bila pekerja Indonesia di luar negeri menerima penghasilan di Indonesia maka atas penghasilan tersebut dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.
B.      TKI Bekerja Di Luar Negeri Tidak Lebih Dari 183 Hari
Tenaga kerja Indonesia bekerja di luar negeri kurang dari 183 hari, maka statusnya masih sebagai wajib pajak dalam negeri. Wajib pajak tersebut akan dikenakan pajak menggunakan prinsip world wide income.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar